
Bandar Lampung,
Penunjukan M. Firsada sebagai Komisaris Utama Bank Lampung menuai kritik tajam dari Ketua Gerakan Pembangunan Anti Korupsi (Gepak) Lampung, Wahyudi.
Ia menilai, keputusan tersebut mencerminkan lemahnya komitmen Pemerintah Provinsi Lampung dalam membenahi tata kelola Badan Usaha Milik Daerah (BUMD), khususnya dalam hal rekrutmen pejabat strategis.
Menurut Wahyudi, jabatan komisaris bukanlah posisi simbolis atau sekadar penghargaan bagi birokrat purna tugas. Komisaris utama memiliki peran penting dalam memastikan Bank Lampung berjalan sehat, profesional, dan sesuai dengan prinsip tata kelola yang baik.
“Kami sangat menyayangkan penunjukan ini. Jabatan komisaris utama di lembaga keuangan seperti Bank Lampung seharusnya diberikan kepada figur yang memiliki rekam jejak kuat di dunia perbankan dan keuangan, bukan sekadar birokrat karier yang pensiun atau sedang mencari tempat,” tegas Wahyudi dalam pernyataannya, Minggu (7/7/2025).
Ia mengingatkan bahwa Bank Lampung mengelola dana publik dan bertanggung jawab langsung terhadap masyarakat. Oleh karena itu, jabatan penting seperti komisaris utama harus diberikan kepada orang yang betul-betul paham industri perbankan.
“Bank Lampung itu pegang uang rakyat, kelola dana publik. Jangan main-main. Ini lembaga keuangan, bukan tempat parkir jabatan. Harusnya diisi oleh profesional yang paham risiko perbankan, manajemen aset, hingga tantangan transformasi digital,” tegas Wahyudi.
*Riwayat Jabatan Dinilai Tak Relevan*
M. Firsada dilantik menjadi Komisaris Utama Bank Lampung pada 5 Juli 2025. Sebelumnya, ia dikenal sebagai birokrat senior di lingkungan Pemerintah Provinsi Lampung yang pernah menduduki berbagai jabatan strategis, antara lain:
Komisaris Utama Bank Lampung (5 Juli 2025 – sekarang)
Penjabat (Pj) Sekretaris Daerah Provinsi Lampung (Dilantik 20 Maret 2025)
Asisten Pemerintahan dan Kesejahteraan Rakyat Setda Provinsi Lampung (Dilantik Februari 2025)
Plh. Sekda Provinsi Lampung
Kepala Badan Kesatuan Bangsa dan Politik Provinsi Lampung
Penjabat Bupati Tulang Bawang Barat (22 Mei 2023)
Plt. Asisten I Setda Provinsi Lampung (23 September 2024)
Meski memiliki pengalaman panjang di birokrasi pemerintahan, Wahyudi menilai tidak ada satu pun dari jabatan tersebut yang secara langsung berkaitan dengan sektor perbankan atau tata kelola lembaga keuangan.
“Jabatan-jabatan yang pernah diemban beliau semuanya ada di lingkup birokrasi pemerintahan umum. Tidak ada relevansi langsung dengan dunia bank atau tata kelola keuangan. Ini yang membuat publik wajar mempertanyakan kapabilitasnya,” kata Wahyudi.
Lebih jauh, Wahyudi mempertanyakan apakah M. Firsada sudah memenuhi standar kompetensi dasar yang biasa dimiliki oleh pengawas bank.
“Pertanyaan kami, apakah yang bersangkutan sudah pernah mengikuti ujian Badan Sertifikasi Manajemen Risiko (BSMR)? Ini poin pentingnya,” ujar Yudhi dengan nada tinggi.
“Sementara BSMR pun memiliki beberapa level. Setidaknya yang bersangkutan dapat menguasai dasar-dasar perbankan, bukan hanya dasar kekerabatan saja,” lanjutnya.
*Desakan Evaluasi dan Transparansi*
Gepak Lampung mendesak Pemerintah Provinsi Lampung dan para pemegang saham Bank Lampung untuk melakukan evaluasi terbuka terhadap proses seleksi Komisaris Utama. Menurut Wahyudi, seluruh proses pengangkatan pejabat di BUMD, khususnya di lembaga keuangan seperti Bank Lampung, harus dilakukan secara transparan, akuntabel, dan berbasis kompetensi.
“Kami minta proses ini dibuka ke publik. Siapa saja yang diseleksi? Apa indikatornya? Jangan ada lagi praktik penunjukan berdasarkan loyalitas semata. Ini uang rakyat, tanggung jawabnya besar,” tegasnya.
Wahyudi juga mendorong Otoritas Jasa Keuangan (OJK) untuk ikut mengawasi dan melakukan audit terhadap proses rekrutmen pejabat tinggi di tubuh Bank Lampung.
“Kalau perlu, OJK turun tangan. Lakukan audit menyeluruh terhadap proses seleksi dan kinerja komisaris. Jangan sampai Bank Lampung dijadikan alat politik atau tempat balas budi,” ujarnya.
Ia menegaskan bahwa Gepak Lampung akan terus mengawal isu ini dan siap menempuh jalur hukum jika ada indikasi penyalahgunaan kewenangan atau pelanggaran prinsip good corporate governance.
“Kalau tidak segera dibenahi, kami siap tempuh langkah hukum. Jangan sampai krisis kepercayaan terhadap BUMD di Lampung semakin parah,” tutup Wahyudi.(ADM)