
Lampung Selatan, JCNEWS – Dunia pendidikan kembali tercoreng. SMKN 1 Tanjung Sari, Lampung Selatan, diduga menjalankan praktik bisnis terselubung dengan kemasan kegiatan Kunjungan Industri (KI).
Parahnya, kegiatan ini berlangsung saat Gubernur Lampung telah menerbitkan Surat Edaran Nomor 73 Tahun 2025 yang secara tegas melarang segala bentuk pungutan yang membebani wali murid.
Kegiatan yang Sarat Pungutan, Berbalut Label Pendidikan
Wali murid mengaku dibebankan biaya sebesar Rp 2,6 juta per siswa untuk mengikuti KI ke Jakarta, Yogyakarta, dan Bandung. Bila dikalikan dengan sekitar 315 siswa, maka dana yang dihimpun mencapai Rp 819 juta – jumlah yang fantastis untuk kegiatan sekolah yang seharusnya berlandaskan asas pendidikan, bukan eksploitasi ekonomi.
“Anak bisa malu kalau tidak ikut. Kami terpaksa bayar meski berat,” ujar seorang wali murid yang meminta identitasnya dirahasiakan.
Agenda Wisata Diselipkan, Kegiatan KI Dipertanyakan
Rombongan disebut berangkat menggunakan tujuh bus pariwisata, mengunjungi instansi seperti BSSN Jakarta, BLPT Yogyakarta, lalu berwisata ke Tangkuban Perahu, Bandung. Siswa pun diinapkan dua malam di Hotel Cordela, Yogyakarta.
Alih-alih menekankan aspek edukatif, kegiatan ini justru menimbulkan pertanyaan besar dari orang tua terkait relevansi dan urgensinya.
“Saya sudah usul agar KI cukup di Lampung saja. Tapi sekolah dan komite tidak peduli. Seolah-olah sudah dikondisikan sejak awal,” kata dia dengan nada kecewa.
Diduga Langgar SE Gubernur, Dinas Pendidikan Harus Bertindak
Surat Edaran Gubernur Lampung Nomor 73 tahun 2025 melarang kegiatan yang memberatkan wali murid, seperti pungutan untuk perpisahan dan kegiatan yang mengandung unsur komersial. Namun, sekolah ini justru mengabaikan instruksi tersebut.
“Ini bukan sekadar kunjungan industri. Kalau sampai ada dugaan markup dan permainan dengan biro travel atau hotel, ini sudah masuk ke ranah bisnis. Pemerintah harus turun tangan,” ujarnya.
Desakan Audit dan Evaluasi: Jangan Biarkan Sekolah Negeri Jadi Ajang Komersialisasi
Muncul desakan dari berbagai pihak agar Dinas Pendidikan Provinsi Lampung bersama Inspektorat segera mengaudit pelaksanaan dan penggunaan dana kegiatan tersebut.
Sekolah negeri seharusnya menjadi tempat belajar yang menjunjung tinggi nilai keadilan dan tidak menjadikan orang tua sebagai ladang uang.
“Jika dibiarkan, ini jadi preseden buruk. Sekolah negeri bukan tempat berbisnis. Pendidikan jangan diseret-seret ke dalam sistem dagang. Apalagi membungkus wisata dengan label industri,” lanjutnya.
Sekolah Mengakui, Tak Ada Penjelasan Detail
Saat dikonfirmasi, Wakil Kesiswaan SMKN 1 Tanjung Sari, Romi, membenarkan kegiatan tersebut.
“Iya, ini kami lagi ada agenda kunjungan industri, Jakarta Jogja Bandung, yang berangkat Kelas X dan XI, ini yang berangkat tujuh mobil, Iya 2,6 juta per anak,” jelas Romi singkat.
Jangan Jadikan Dunia Pendidikan Ajang Menghisap Rakyat Kecil
Kegiatan seperti ini bukan hanya menciderai semangat pendidikan, tapi juga menciptakan tekanan sosial di kalangan siswa dan beban ekonomi bagi orang tua.
Apakah pendidikan kini harus dibayar dengan rasa malu karena tak mampu ikut “paket wisata” sekolah?
Pihak sekolah, komite, dan Dinas Pendidikan harus kembali ke nurani. Pendidikan adalah hak semua anak, bukan komoditas untuk diperjualbelikan.
Saat dunia pendidikan berubah menjadi mesin pungutan, maka yang akan kita lahirkan bukan generasi cerdas, tapi generasi tertekan.
Sementara itu, hingga berita ini diterbitkan, Kepala SMKN 1 Tanjung Sari, Yornedi, maupun Ketua Komite Sekolah, Sugeng belum memberikan tanggapan. Upaya konfirmasi yang dilakukan wartawan melalui pesan WhatsApp tak kunjung direspons. (ARF/Red)